Selasa, 23 Januari 2018

Lupa ; (1)

Aku memulai dengan menulis ini ketika adzan Magrib, dengan sedikit ditemani musik. Aku mencoba rutin untuk menulis sambil meluapkan emosiku. Entah apa yang ada di otakku sekarang, sepertinya otakku sedang tidak aku dengan hatiku. Hatiku terus berdenyut kencang dan otakku terus melawan dan membatasi suara-suara itu. Aku benar-benar tak enang. Kata temanku Viena, coba untuk wudhu dan sholat sunnah, sudah ku coba tapi gagal. Aku coba juga untuk rutin puasa senin-kamis supaya bisa tenang  sampai aku beli air zam-zam di pusat oleh-oleh haji, harapanku hanya untuk aku bisa tenang. Tapi rasanya sama tak berubah sampai aku menulis ini aku masih merasakan perdebatan otak dan hatiku.

Ada apa dengan diriku? Kenapa Dia begitu semenakutkan itu? Dia adalah perempuan yang mengambil separuh hati ini. Lantas aku berfikir apa yang harus aku lakukan untuk melupakan Dia? Kata temanku satu lagi, cara cepat lupa ya kenal lagi sama perempuan lan. Tapi bagiku itu itu bukan jawaban yang aku butuhkan. Aku takut rasaku tak sama ketika berkenalan dengan orang baru. Aku takut dihantui Dia, yang nanti bisa tiba-tiba muncul.

Dari bangun pagi aku terus berfikir bagaimana ini? Seperti biasa jika aku tak mandi ketika kuliah pagiku, yang aku lakukan gosok gigi, pakai conditioner sama sabun muka. Kamar mandi adalah tempat merdeka selama dikamar mandi ku coba berfikir, ternya kandas juga. Apa yang harus aku lakukan manusia ber ipk 2,8 yang sudah kuliah di Bandung hampir lima tahunini, yang kosa kata basa sunda gak nambah-nambah ? Cuma tau maneh, urang, sabaraha yang kosa kata sedehana lah.

Aku coba membaca buku-buku yang ada di kamarku, bagiku buku adalah investasi yang bahagia. Kalian bisa baca buku kapan saja murah dan sederhana. Aku lihat koleksi buku, berisi filsafat, sejarah peradaban atau tentang buku-buku Islam. Rasanya aku malas baca buku berat dengan kondisi hati yang sedang compang-camping ini. Aku coba jalan ke toko buku di bilangan buah batu.

            Sebelum ada mall terusan buah batu sudah macet, panas, berdebu, dan jalan yang berlubang. Sudah hampir lima tahun aku lewat jalan itu tak pernah berubah. Di tambah sekarang jalan buah batu banyak sekali tempat nongkrong anak muda, restoran cepat saji ada dimana-mana. Membosankan dengan macetnya buah batu. Aku putuskan tidak ke palasari ke toko buku langgananku aku memilih di togamas saja.

Aku tak terlalu lama mencari buku disitu cukup lima belas menit aku jatuh pada buku dari Puthut EA “Cinta Tak pernah tepat Waktu” dan “Para Bajingan Yang menyenangkan”. Hari sabtu saat itu, sebelum aku jemput dia aku sempatkan membeli buku ini. Aku memang sudah janji dengan dia hari itu untuk membahas masalah yang terus berlarut-larut.

Selama aku tiga hari aku bisa menyelesaikan buku “Cinta Tak pernah tepat Waktu”, aku tertarik pada halaman 202-203. Isi dari buku itu “ Saat aku menjenguk istri seorang teman, psikolog dari Surabaya. Waktu itu aku bertanya : Mas bagaimana ceritanya kamu dapat Mbakyu....” lalu temaku menjawab... “ Begini dik, dulu itu aku bercita-cita mempunya istri yang cantik, cerdas, kaya dan kalau bisa dari anak bangsawan... Tapi, ketika aku berumur 27 tahun, sosok yang kuidamkan belum juga kudapatkan. Lalu aku menurunkan kriterianya menjadi cerdas, cantik, dan kaya. Tapi, seiring waktu, tetap saja kau belum mendapatkannya. Lalu kuturunkan lagi menjadi cerdas dan cantik saja. Toh kekayaan bisa dicari bersama-sama nanti. Eh, ternyata tidak dapat juga. Akhirnya aku bingung. Padahal kriteriaku tinggal cerdas dan cantik saja Kalau kuturunkan lagi, apa yang aku pilih ya? Kalau cantik tapi  tidak cerdas, wah... bagaimana aku ngajak ngomong dia? Kalau cerdas tapi tidak cantik.. ya gimana juga? Nah, akhirnya aku dapat dia, ya istriku ini..” ‘Ya Bu Ya’

Begitu ujarnya sambil menengok ke arah istrinya, dan tersenyum menggoda.”Lihatlah istriku ini bukan dari kelas bangsawan. Tidak begitu kaya. Tidak juga begitu cantik. Juga tidak begitu cerdas. Tapi.. Tuhan memberi anugerah luar biasa kepadanya. Ia seorang orang sangat bijaksana....”
Konon kata salah satu keponakan yang menunggui saat kematian mendatangi sang istri, ia menyimak percakapan terakhir ini. Percekapasn antara si suami dan si istri...

“Mas aku ingin mengatakan untuk terakhir kalinya bahwa aku sangat ingin menemani Mas dan anak-anak di hidup ini... Tapi, Tuhan sepertinya menginginkan yang lain. Tidak mengapakan? Toh aku tetap menemani Mas dan anak-anak... Hanya saja di dunia yang berbeda. Itu saja..”

Lalu sang suami menjawab...

“Dik sudah lama kita bersama. Aku berterima kasih kamu telah bersamaku dan bersama anak-anak. Kamu ibu yang sangat luar biasa, dan kamu juga istri yang sangat luar biasa. Selama bersamamu, aku hanya punya satu kesimpulan besar  : aku tidak punya alasan untuk tidak mencintaimu samnpai kapanpun....”

Entah setelah membaca kisah itu, aku merasa apa yang sudah aku lakukan selama ini? Aku Cuma masuk perputaran yang sama. Kenalan – Suka – PDKT – Pacaran – Putus – pacaran lagi. Ah rasanya kita akan terus masuk kelubang masuk lubang yang sama. Sampai di gedung A di temani danus dan satu ekado aku berbicara dengan hatiku. “Jika aku nanti berakhir dengan dia, aku tidak mau langsung pacaran. Biar aku sembuhkan dulu luka-luka ini, hingga aku memang benar-benar siapa. Benar-benar siap untuk tertawa berbahagia lagi dengan orang lain. Aku takut jika aku belum bisa menyembuhkan luka ini, rasa yang dipaksakan itu gak enak malah akan terus saling menyakiti. Aku harus siap dengan konsekuensi yang ada”

Buku di tangan kiri, kopi di tangan kanan jodoh di tangan tuhan plus tangan mama. Sampai malam hari aku menyelesaikan bku n aku tahu memang cinta selalu datang terlambat, jika tak terlambat cinta selalu datang pada waktu yang tak pernah tepat, tak bisa kita duga-duga. Cinta sepert kenangan yang akan selalu kamu ingat, tapi kalian aku harus bisa melupakan cara hidup dengan dia. Jangan kata semua hal yang sama itu selalu berjodoh, misalnya jenis kelamin?

Sudah aku akhiri saja bagian pertama tulisan ni, mungkin minggu depan aku coba menulis yang lain.


aku tidak punya alasan untuk tidak mencintaimu samnpai kapanpun...


























Jumat, 05 Januari 2018

Desember

Ada apa di bulan Desember, sepertinya aku benci sekali dengan bulan ini? Kenapa harus lahir di Bulan ini? Di bulan ini aku juga harus mengetahui, aku tidak bisa sembuh dari sakit fisik cerebal palsay atau kelainan otak kecil. Dan sekarang di bulan Desember aku sekalagi harus menerima kenyataan. Bulan Desember bulan yang penuh air mata. “Adakah bahasa yang lebih sederhana, lebih murni, lebih tidak munafik daripada air mata; bahasa tanpa kata-kata dan tanpa batas? setiap tetesnya merupakan jeritan pedihnya, jeritan pecinta yang merindu. Bukankah benar bahwa mata lebih mengungkapkan kebenaran daripada lidah? Bukankah air mata adalah syair terindah dan cinta yang paling jujur? Tidakkah air mata mencerminkan iman yang paling melimpah, hasrat yang paling mendalam, perasaan yang paling bergelora? Bukankah air mata merupakan bentuk ucapan yang paling murni dan bentuk cinta yang paling halus? Semua ini berbaur dalam satu hati cinta. Semuanya berpadu, melebur, dan membentuk sebuah tetesan yang hangat. ini mereka namakan air mata” (Ali Syariati). Desember bulan penghujung, bulan yang tidak jelas (termasuk musim hujan atau musim kemarau). Terkutuklah aku yang lahir di bulan Desember ini. Tapi di bulan ini banyak orang-orang yang mengupdate senja di bulan Desember, entah itu di Facebook, Instragram, WhatsApp, mereka berbahagia dengan senja. “Senja tak pernah salah. Hanya kenangan yang kadang membuatnya basah. Dan pada senja, akhirnya kita mengaku kalah. Tentu saja sebut itu rindu, karena sepi adalah bagian dari itu. Tapi banyak orang berkata jika rindu itu pahit, aku curiga mereka menyimpan rindu di empedu bukan dihati. Dan Senja adalah semangkuk bubur kerinduan yang berharap menjadi nasi. Yang aku percaya adalah keseimbangan, tak salah lagi aku selalu mengagumi senja. senja cukup lapang untuk menampung gelap dan cahaya juga duka dan suka secara bersamaan.tak peduli kebaikan atau keburukanmu, suka atau duka. 1 kesalahan saja kita akan selalu mengingat kesakitan itu, tapi aku tidak. yaa mungkin benar senja menyimpan luka. tapi luka hanya sebuah pernik kecil dari rantai bahagia. Begitulah senja dalam mataku. Dan ketika malam datang pandangi langitnya, tapi jangan menghitung bintangnya. Karena, kau takkan pernah sadar jika kau salah satu dari mereka. Tapi begitulah Kita, sedekat mata kiri dan kanan, hanya saja kita tak pernah bisa saling memandang. Dan kita adalah satu dalam dua yang tak menyatu. Kita tak terpisah dalam kebersamaan yang tak pernah bersama. Kita nyata dalam mimpi yang tak terjadi. (Nom De Plume)” Desember juga bulan yang menakutkan bagi beberapa mahasiswa, mereka harus sudah membayar kuliah nanti cepat regristrasi tidak berebut memilih dosen. Atau Bulan yang menyeramkan untuk melihat IGracias tiap hari berdoa sembahyang tak pernah telat untuk sekedar berharap mendapatkan nilai rata kiri, bukan rata kanan. Ya begitulah berebut kelas, berebut dosen untuk sebuah nilai, kadang aku harus menghargai diriku sendiri dengan berhenti mencoba menjadi normal, jika normal hanya sebuah standard yang dibuat oleh banyak orang yang bukan sepertiku. Usahakan ketika melihat igracias jangan sendirian. “Dan kepada kamu, aku benar-benar benci jatuh cinta. Aku takut kalo dijalan kenapa-napa amit-amit dan ini jadi kenangan terakhir kita gitu. karena nggak ada kenangan lain yang kayaknya lebih bagus dibanding aku selama ini nyebelin buat kamu.
aku juga takut jangan - jangan hubungan ini juga bukan punya kita doang tapi bisa jadi ini punya kedua orang tua kamu misalnya tiba-tiba mereka jadi nggak sreg sama aku dan nyuruh kita putus.
aku takut karena bisa aja ini suatu waktu diambil dari aku.ya gitu, coba deh kamu tanya lagi.kenapa sih kamu sayang sama aku? ya karena aku nggak selamanya bahagia sama kamu, aku juga ada sedihnya, aku juga ada takut, dan aku juga ada kecewa karena kamu satu paket sama itu dan aku yakin kamu pun juga gitu”(Mas Radit). Desember pun menjadi bulan anak Telkom untuk bersabar pulang, untuk mununggu nilai semua keluar. Bandung menjadi saksi perjuangan anak-anak Telkom. “Dan Bandung bagiku bukan Cuma urusan wilayah belaka..lebih jauh dari itu melibatkan Perasaan yang bersamaku ketika sunyi. Mungkin saja ada tempat yang lainnya ketika ku berada di sana akan tetapi perasaanku sepenuhnya ada di Bandung yang bersamaku ketika rindu” (Pidi Baiq). Ya Bandung menjadi bukti cinta dan saying mu terhadap apapun yang kalian ingankan dan kalian perjuangkan, tapi taukah kalian akan cinta? “Cinta adalah reaksi kimia, sebuah efek yang ditimbulkan oleh feromon, endorphin, dan serotonim yang kelak mungkin saja menghilang. Iya, cinta bisa menghilang. Lantas, kenapa kakek dan nenek kita bisa bertahan hidup berdua sampai mereka meninggal? Karena saat cinta menghilang, mereka punya sesuatu yang disebut kasih sayang, keterbiasaan, empati, dan tentu saja komunikasi. Jadi untukmu, aku tidak tahu sampai kapan aku bisa jatuh cinta padamu. Tapi aku jamin, aku akan jadi orang yang terbangun disebelahmu dan mengatakan “ hidup akan baik-baik saja selama kita memiliki kita(Fiersa Besari).” Ada orang-orang yang bersama, tapi tidak jatuh cinta.Ada pula orang-orang yang jatuh cinta, ditakdirkan bersama.Hidup ini memang begitu-begitu saja. 7 milyar manusia di atas bumi; tiap detik, setidaknya ada yang jatuh cinta, pun tiap detik, ada yang berpisah.


“Kecewa dan Depresi di Bulan Desember”

Bandung, 23 Desember 1994

(Azka)