Sosial media
bulan-bulan ini di penuhi dengan gegap gempita suasana ajaran baru. Terutama
sosial media line di penuhi pesan dari calon maba yang bertanya gimana sih cari
ipk 4, tipsnya kuliah, serem gak sih ospek itu, asramanya gimana airnya,
berhantu gak tempatnya. Sudah rumus tiap tahunnya pasti seperti itu. Dan tentunya
hal yang paling berat untuk calon maba adalah yang sedang LDR, entah kenapa
mereka yang LDR menurutku pasti hanya bertahan satu semester terutama buat
mereka yang berbeda provinsi, dan seharusnya spanduk di depan kampus itu bukan
ditulis “Selamat Datang Mahasiswa Baru Di Kampus Perjuangan” tapi harus nya di
ganti dengan tulisan “Selamat Datang Mahasiswa Baru Pejuang LDR, Kapan
Putusnya?”. Gak hanya berhenti di situ, nanti akan muncul kakak tingkat
(kating) yang gak sedikit muncul dengan sok care nya, ngasih jawaban ngechat
bakal janji bantuin ospeknya pasti aman tenang kok. Rata-rata di isi kaum pria
yang sudah cukup lama menjadi tuna asmara di isi oleh angkatan 2015 atau 2016.
Kata-kata ospek adalah salah opsi untuk menebar benih-benih cinta oleh kakak
tingkat yang rindu belayan kasih dan sayang. Memang cinta itu gak akan bisa
lepas dari dunia remaja. Contoh ada ajah mahasiswa baru yang bisa jatuh cinta
karena berada pada satu group maba yang sama, berawal cuma tanya, udah ngisi
regristrasi ini belum? Akhirnya saling pap dan nyaman. Timbullah rasa cinta,
walau belum pernah bertemu bagaimana bentuk fisiknya. Bahagialah bagi dua insan
yang saling mencinta tanpa alasan. “Karena Aku Mencintaimu Tanpa Karena”.
Terkadang juga di dalam satu group maba, ada satu tragedi bernama cinta
segitiga yang bertepuk sebelah tanngan. Padahal belum pernah bertemu loh tapi
semua memang bisa di buat oleh yang namanya cinta. Cinta adalah rasa yang ada
di dilam jiwa setiap insan manusia. Yang dimana rasa itu akan menimbulkan
kebingungan tanpa alasan. Sedangkan apa itu mencintai? Mencintai bisa terjadi
tanpa adanya nya cinta, mencintai tak lebih dari suatu pilihan. Pernah
mendengar omongan, “Biarkan aku mencintai dia,aku yakin cinta itu datang karena
terbiasa”. Nah hal seperti ini biasanya belum menemukan cinta, tapi dia sedang
mencintai. Mencintai adalah permainan judi yang kadang berhasil, kadang juga tidak. “Tuhan
menciptakan pegal di punggungmu di hari Sabtu, menjadikannya linu di hari
Minggu, dan Menyembuhkannya di hari Rindu”
Aku sendiri mencintai
perbedaan. Mengapa manusia setiap sekolah dari SD-SMA harus bersegeram, jika
perbedaan adalah Rahmatan Lil Alamin?
Perbedaan adalah hal
abstrak, orang menikah itu karena perbedaan yang bersatu kan. Tapi sayang, kita
sekarang hidup pada zaman siapa yang benar dan siapa yang salah. Kita terlalu
sibuk mengkafirkan sesama manusia dan berusaha paling benar. Terlalu
menkotatak-kotakan bersal dari Islam apa ini. Orang yang masih memperdebatkan
syaih dan sunni tak lebih dari orang yang telat lahir. Negeri ini sedang sibuk
membenci, ditambah dengan sumber berita yang berisikan ujuran kebencian, belum
lagi dengan dinamika partai politik yang membawa agama sebagai bahan jualanya
supaya laris manis di pilih. Kita butuh Islam yang ramah, bukan Islam marah, kita tak jarang mengalami betapa kita terjebak untuk
bersikap mutlak-mutlakan ditengah perbedaan pendapat. Ini karena kita amat
possesif terhadap pemilikan kita atas pengertian-pengertian kita sendiri. Bagai
seorang perawan yang tak mau secuil pun lelaki pujaannya dijelek-jelekkan oleh
orang lain. Kita begitu romatik, karena memang pada dasarnya kita begitu
mencintai dan bahagia dengan Islam kita. Begitu rupa romantiknya sehingga dalam
beberapa hal kita menjadi buta. Kita jadi cepat tersinggung, cepat mangkel,
cepat berang dan naik pitam jika sedikit saja hal tentang ‘pacar’ kita itu
disentuh orang. Secara rasional kita menjadi tidak objektif. Dan secara
spiritual-psikologis kita menjadi tidak dewasa, tidak rendah hati. Keduanya
bergabung dan menghasilkan suatu sikap yang tak menyiapkan untuk membuka diri
dan menerima kemungkinan-kemungkinan kebenaran baru atas diri kita. Dalam
keadaan begitu kita tanpa sadar, sering melangkahi peringatan Allah, Kita
sering cepat berburuk sangka, cepat cenderung mencari hanya kesalahan-kesalahan
saudara kita ynag lain. Bahkan ada prototype mentalitas kita yang kurang biasa
berbeda dalam berhadapan ini, mendorong kita mengungkapkan perbedaan itu dengan
cara jauhilah dari berprasangka buruk. Masih banyaknya umat Islam yang sulit
menerima perbedaan dengan ditambah gerakan terorisme yang berlindung atas nama
agama. Tak ayal munculah Islamophobia, kekhawatiran yang berlebihan terhadap agama Islam dan kaum
Muslim.
Dengan munculnya Islamophobia,
mendorong kita selaku umat Islam membenci barat. Yahudi, Kristen, China. Tidak
selamanya Yahudi itu jahat. Yahudi di Amerika Serikat membantu umat Islam dengan
demonstrasi terhadap Presiden Donald Trump terhadap boikot umat Islam di
Amerika. Orang-orang keturunan etnis china
di Indonesia, membantu kemerdekaan Indonesia, ikut berperang dan tergabung juga
dalam BPUPKI dan PPKI. Ingat kalian dengan tragedi 98, salah satu korban
terbesarnya adalah etnis China. Mereka menjadi korban perkosaan masal dan penjarahan
toko-toko yang di miliki etnis ini. Apakah kita akan mundur dan kembali ke
periode terburuk bangsa ini? Umat kristiani, juga terus membantu
imigran-imigran perang yang berasal dari timur tengah, yang mendarat di daratan
Eropa, terutama Yunani dan Italia. Dengan banyaknya peristiwa bom bunuh diri
yang berada di Eropa dan Amerika, yang banyak menjadi korban adalah Umat
Kristiani. Semakin gilanya, orang yang akan melakukan bom bunuh diri akan
mengucapkan kalimat Takbir. Para sandera yang di tangkap oleh Isis di bunuh
diawali dengan kalimat Takbir. Gila kataku, sebercanda itu mengucap kata Takbir.
Semakin
banyaknya partai politik, yang menjual Ke Islamanya, semakin banyaknya teroris
yang berlindung di balik kata Islam. Tak ayal Gus Dur pernah berkata “ Islam
yes, Partai Islam no” hingga muncul gerakan golput, Islam adalah narasi
kesejukan jiwa, Politik membawa narasi kepentingan. Sehingga kalau di ampur
adukan tidak akan menyatu. Dan terorisme itu bukan atas nama Islam, tapi orang
yang tidak bisa menerima perbedaan.
Kawan,
stop semua perdebatan siapa yang benar, siapa yang salah. Jika kamu bertemu
dengan teman yang sering mengkafirkan orang lain. Maka jawablah “ ketika kamu
mengkafirkan orang lain, apakah kamu sudah sadar dengan kafirmu sendiri” dan
jawablah lagi “ Jika aku sesat, apakah kamu tega menjerumuskan aku ke neraka? Jika
Saudaraku melihat aku sesat, dan bersedia mengishlah membawaku kepada jalan
yang benar, maka alangkah besar rasa syukurku”
Gus Mus
berkata di mata najwa “Islam adalah moderat” berarti Islam bukan agama yang
tertutup, Islam berani menerima perbedaan sesuai kaidhahnya.
Saudaraku
tahu mungkin kemusliman kita ini belum apa-apa dan sungguh masih amat jauh dari
yang dikehendaki Allah, karena itu betapa kita semua harus senantiasa siap
terbuka atas nilai-nilai kebenaran Islam yang mungkin saja kemarin masih belum
kita insyafi. Banyak hal kita ketahui, namun jauh lebih banyak lagi yang belum
kita ketahui. Allah telah memaparkan segalanya, tapi barangkali mata kita masih
cukup buta dan telinga kita masih agak tuli. Segala yang ‘kita kuasai’ itu
pastilah sedzurroh saja dibanding realitas dan nilai yang sesungguhnya yang
disediakan oleh Allah Yang Maha Kaya.
Kita
semua adalah khalifah fil-ardh pemimpin di muka bumi, tetapi engkau atau aku
bukanlah satu-satunya khalifah. Dan aku kira tidak benarlah apabila kita
mempunyai sikap seperti itu: seakan-akan kita adalah langsung mewakili Allah
dimana setiap orang musti sependapat dengan kita, betapapun secara subjektif kita
amat meyakini dan menganggap luhur keyakinan serta kebenaran pikiran kita
sendiri itu.
Berhentilah dengan
mudah mengatakan kafir, mari belajar berkomunikasi dengan dewasa, mari
berlomba-lomba saling rendah hati, berlomba-lomba menghormati perbedaan, saling
menyamankan hidup, tanpa menonjolkan ‘gengsi’
atau ‘harga diri’ pada proporsi yang tak wajar, atau tanpa etos ‘mempertahankan
pendapat secara membabi- buta’ seperti yang sering menjadi watak dari
dialog-dialog moderen dewasa ini, yang acapkali terkotak pada dimensi
‘intelektual’ belaka.
Kebencian kalian terhadap suatu kaum mendorong kalian untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Adil itu lebih dekat kepada takwa.
Takwalah kepada Allah. KEBENCIAN yang bercampur dengan IRI DENGKI
menyebabkan orang kalap dan seringkali menghalalkan segala cara. Jangan
berlebihan membenci. Nanti engkau akan menghalalkan segala cara untuk
mendiskreditkan orang yang engkau benci. Dan engkau sendiri yang rugi.
Dan Menghormati orang lain adalah bagian dari menghormati diri sendiri. Allah
Yang Maha Pengasih dan Penyayang hanya mengasihsayangi hamba-hambanya yang
memiliki rasa belas kasihan. Tak lupa, jika kita menolong orang harus
bertanya, apa agamanya dan apa golongannya?
Kalau kita boleh meyakini pendapat kita sendiri, mengapa
orang lain tidak boleh meyakini pendapatnya? PERBEDAAN adalah hal yang
FITRI. Maka upaya PENYERAGAMAN merupakan upaya SIA-SIA.
Itulah cintaku terhadap perbedaan, bagaimana dengan
cintamu?
*Beberapa tulisan saya kutip dari Gus Dur, Gus Mus, Quraish
Shihab, Joko Pinurbo, dan Caknun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar